Meski seni berperang ala Sun Tzu diakui sebagai teori militer di dunia, namun dalam bukunya tidak mutlak memaparkan teknik berperang untuk mematahkan musuh secara fisik. Mengerahkan kekuatan militer adalah pilihan terakhir untuk memenangkan pertempuran. Oleh karena itu, teori perang ala Sun Tzu yang dipresentasikan James Gwee dalam seminar "Penerapan Falsafah Kuno dalam Pemasaran Modern" sangat fleksibel, yakni menaklukkan lawan dengan kekuatan otak, diplomasi, atau dengan cara militer.
Pemaparan James Gwee dalam seminar Sun Tzu "Penerapan Falsafah Kuno dalam Pemasaran Modern" yang diselingi dengan pemutaran cuplikan film Sun Tzu menayangkan kemenangan dapat diperoleh dengan lebih dahulu menganalisa kekuatan diri sendiri, kekuatan musuh, medan perang, dan cuaca.
Dalam cuplikan film Sun Tzu memperlihatkan raja dan prajurit berembuk untuk menyerang lawan. Raja berpikir cara apa yang akan dilakukan untuk mematahkan kekuatan lawan. Dalam rapat tersebut, Sun Tzu memaparkan ide brilyan-nya dan mengatakan mereka dapat memenangkan perang tanpa harus bertempur. Kebetulan saat itu musim hujan. Sun Tzu mengatakan faktor cuaca dapat melumpuhkan kekuatan lawan dengan membuka saluran air di medan yang lebih tinggi ketika musim hujan, sehingga kota lawan yang lebih rendah akan tergenang air, seketika itu lawan dapat ditaklukkan.
Dalam aplikasinya ke pemasaran modern, James Gwee mengatakan, untuk memasarkan suatu produk, produsen harus jeli, apakah produknya ada kaitannya dengan musim/cuaca. Misalnya, biro perjalanan mempromosikan paket perjalanan tentunya harus jeli kapan dia harus berpromosi, yang tepatnya adalah pada musim libur anak sekolah atau liburan akhir tahun. Demikian juga pengusaha door smeer, bisnisnya juga tergantung pada cuaca.
Untuk meraih kemenangan, ternyata zaman dulu juga sudah mengenal istilah kong-kali-kong (negosiasi). Dalam cuplikan film digambarkan Sun Tzu bermain catur dengan seorang warga biasa. Dalam pertarungan catur yang disaksikan sejumlah pengikutnya, Sun Tzu sudah terlihat kalah. Tetapi ia memutar otak untuk meraih kemenangan. Sejenak ia meninggalkan meja catur dengan alasan menyusun strategi. Ternyata diam-diam ia memanfaatkan waktu itu untuk melakukan negosiasi dengan lawannya yang seorang pedagang rompi.
James Gwee mengatakan, untuk tetap berwibawa dan terhormat di hadapan pengikutnya, Sun Tzu harus bernegosiasi dengan pedagang rompi itu, meskipun kadang-kadang harus menelan kerugian materi. Aplikasinya dalam teori marketing, ada kalanya produsen harus menelan kerugian untuk menjaga reputasinya atau membina hubungan baik dengan konsumennya.
Dalam negosiasi itu, Sun Tzu dan pedagang rompi sama-sama menang (win-win). Artinya reputasi Sun Tzu yang seorang jenderal tetap terjaga karena tidak kalah main catur di hadapan pengikutnya, sedangkan pedagang rompi tadi lebih mementingkan dagangannya laku atau menghasilkan uang daripada reputasi.
Dalam Teori Perang ala Sun Tzu, kekuatan militer adalah pilihan terakhir bila teknik negosiasi atau diplomasi tidak dapat menyelesaikan masalah. Kalaupun serangan militer harus dilakukan, tahap awal dapat dilakukan dengan tidak banyak mengandalkan kekerasan, selanjutnya serangan dapat dilakukan ke benteng pertahanan musuh. Untuk menyerang pun, jangan dilakukan ketika lawan dalam keadaan siap.
Untuk meraih kesuksesan, Sun Tzu mengajarkan, seorang pimpinan harus memiliki strategi, berpikir dahulu sebelum berbuat. Demikian juga dalam rapat dengan karyawannya, atasan harus memiliki agenda yang akan dibahas dan sudah dapat menentukan kesimpulan sementara sebelum rapat memutuskan sebuah hasil akhir.
Dalam proses rekrutmen dalam suatu perusahaan atau juga sebagai komandan perang, menurut Sun Tzu ada beberapa poin penting yang harus diperhatikan, yakni seorang jenderal (manajer) harus berwibawa, cerdik, loyal, berani, dan asih. Berwibawa artinya jenderal harus tegas memutuskan suatu hal, disegani, dihormati, dihargai, dan tidak sombong. Cerdik harus banyak akal untuk mengolah masalah menjadi peluang. Loyal, prajurit atau manajer harus setia pada atasan. Berani artinya memutuskan sesuatu dengan konsekuen. Asih, melakukan tindakan tetapi tidak mengesampingkan sisi kemanusiaan.
Sebelumnya, Jaya Suprana juga membahas tentang Teori Perang ala Sun Tzu yang diaplikasikan dalam pemasaran. Menurut dia, marketing merupakan suatu kegiatan yang membutuhkan strategi dan taktik berdasarkan pertimbangan-pertimbangan logika. Dalam menata laksana marketing, kita harus mengenal kekuatan dan kelemahan produk yang dipasarkan maupun kemampuan institusional dan personal kita sendiri.
Dalam me-manage marketing, kita harus peka terhadap perubahan lingkungan yang terus menerus tanpa dapat dijamin arah dan geraknya. Oleh karena itu, ungkap Jaya Suprana, tidak ada satu teori marketing pun yang dapat menjamin suatu keberhasilan, kecuali teori ekonomi Cateris Paribus mengatakan bila lingkungan dalam keadaan tidak berubah.
"Memakai teori Sun Tzu atau tidak, tidak ada satu teori yang dapat menjamin keberhasilan marketing. Oleh karenanya, teori teknik berperang ala Sun Tzu lebih baik dijadikan sebagai sumber inspirasi dan motivasi untuk kegiatan-kegiatan duniawai," papar Jaya Suprana. Begitupun, ia menggarisbawahi keberhasilan suatu kegiatan marketing ditentukan kemampuan 5-I, yakni kemampuan memiliki intelegensia, intuisi, harus ada inisiatif, dan harus diridoi Tuhan (Insya Allah).
Seminar yang dipandu Direktur Mandiri Grup Herman Tristianto diselenggarakan STMIK-Mikroskil dan James Gwee Practical Skill Courses ini juga menghadirkan bintang tamu Edi Gunawan selaku CEO PT Cahaya Sakti Multi Intraco (Olympic Furniture). Edi Gunawan lebih terfokus mempresentasikan strategi marketing mix di perusahaan yang dikelolanya.