Pada acara wisuda 516 lulusan STMIK-Mikroskil baru-baru ini, pidato Ketua Badan Pengurus Harian (BPH) Tien Irawaty dinilai unik. Cambukan yang disampaikannya kepada lulusan yang baru diwisuda sangat menarik. Ia menyampaikan hasil survei yang dilakukan sebuah majalah nasional, yang intinya lulusan perguruan tinggi masih memiliki banyak kekurangan ketika terjun ke dunia kerja.
"Pengguna lulusan perguruan tinggi mengemukakan sejumlah kekurangan yang dimiliki produk kampus, seperti terlalu berorientasi kepada teori, kurang pengalaman berorganisasi, kurang mampu beradaptasi dan berkomunikasi, kurang percaya diri dan kurang mampu berpikir kritis. Ini bukan untuk mengecilkan hati Anda, tetapi harus dijadikan cambuk. Yakinkan diri Anda bahwa Anda tidak termasuk dan tidak mau termasuk dalam kategori lulusan seperti itu," ungkapnya di Ball Room Gedung Selecta. Oleh sebab itu, Tien Irawaty meminta lulusan STMIK-Mikroskil untuk terus belajar dan berprestasi dan saling berbagi informasi di antara sesama alumni dalam mencari dan mendapatkan pekerjaan. "Jadilah pembelajar sepanjang hayat (life-long learner), karena masa belajar di kampus sangat dibatasi waktu, sedangkan di masyarakat adalah masa pembelajaran yang sebenarnya," tegasnya. Ia pun mengungkapkan kebanggaannya, sebab hingga saat ini ratusan ahli madya dan sarjana yang telah dihasilkan STMIK-Mikroskil mudah diserap oleh dunia kerja.
Menurutnya, kondisi tersebut tidak terlepas dari kemampuan dan kualitas pribadi pimpinan, tenaga pengajar, dan seluruh staf STMIK-Mikroskil yang terus konsisten menjaga dan meningkatkan kualitas proses belajar dan mengajar. Kebanggaannya pun lebih lengkap karena telah diakreditasinya seluruh program studi yang ada di kampus tersebut.
Yang juga tidak kalah menarik adalah sambutan Ketua STMIK-Mikroskil Ir. Eddy Edwin, M.Kom. Ia berpesan bahwasannya ijazah bukanlah tujuan utama dalam pendidikan, tetapi kemampuan, keterampilan, kemandirian, kecakapan, dan akhlak terpuji. Ia berharap pembenahan di berbagai hal yang dilakukan saat ini nantinya mampu memberikan nuansa baru serta kemajuan bagi STMIK-Mikroskil. "Selain terbukanya peluang lulusan kita melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi ternama di dalam dan di luar negeri, STMIK-Mikroskil juga mendapatkan peluang untuk pengembangan kualitas proses belajar mengajar dari Direktorat Pendidikan Tinggi, berupa PHK K3 INHERENT, serta menjalin kerjasa ma dalam satu kesepakatan MoU dengan perguruan tinggi di negara tetangga yaitu UNISEL Malaysia," ujarnya.
Satu catatan yang patut dibanggakan, bahwa Re-akreditasi Program Studi yang ada di lingkungan STMIK-Mikroskil sudah diterbitkan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT) dengan nilai B untuk Program Studi Teknik Informatika, Sistem Informasi, dan Manajemen Informatika D-3, sedangkan Program Studi Komputerisasi Akuntansi D-3 memperoleh nilai C. Hal ini menunjukkan bahwa STMIK-Mikroskil diakui secara nasional memiliki mutu nilai proses belajar mengajar.
Menurutnya, pihaknya tetap berupaya meningkatkan jenjang akreditasi program studi di lingkungan STMIK-Mikroskil ke tingkat yang lebih tinggi. Oleh sebab itu, ia meminta dukungan seluruh sivitas akademika yang terkait dalam kehidupan akademis STMIK-Mikroskil. Dalam sambutannya, Eddy Edwin juga menyampaikan kebanggaannya atas prestasi mahasiswa STMIK-Mikroskil di bidang olah raga, baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional. Ia pun menjelaskan kalau pihaknya sudah menyelenggarakan dan membuka Sekolah Catur sebagai tempat pembinaan bibit-bibit muda pecatur, yang nantinya dapat mengharumkan nama bangsa di tingkat internasional. Ia pun menyebutkan beberapa nama yang sudah mengharumkan nama STMIK-Mikroskil, seperti Pitra Andika yang memperoleh medali emas catur cepat perorangan putra di POMNAS 2007, Wita Rahayu yang memperoleh medali perak untuk catur cepat perorangan putri di POMNAS 2007, dan medali perak beregu di kompetisi yang sama di Banjarmasin.
Menanggapi sambutan Ketua BPH tersebut di atas, Puket III Saliman, S.T. mengatakan bahwa pihaknya sepenuhnya menyadari kekurangan lulusan perguruan tinggi tersebut, antara lain kekurangan dalam hal berorganisasi, tampil dan berbicara di depan umum, serta kurang percaya diri. "Oleh sebab itu, kita sudah mengupayakan peningkatan soft skill mahasiswa melalui pelaksanaan ceramah dan seminar dari pembicara-pembicara ternama, seperti James Gwee, Martinus, maupun kegiatan lainnya".
Pada kesempatan itu, STMIK-Mikroskil memberikan penghargaan kepada enam orang lulusan terbaik, yaitu Ice Trisnawaty dari Program Studi Sistem Informasi dengan IPK 4.00, Seng Wie dari Program Studi Teknik Informatika dengan IPK 3.66, Thamrin Sauti dari Program Studi Manajemen Informatika D-3 dengan IPK 3.54, Agustina dari Program Studi Komputerisasi Akuntansi D-3 dengan IPK 3.44, Juli Lunawaty dari Program Studi Komputerisasi Manajemen Bisnis D-1 dengan IPK 3.91, Nelly dari Program Studi Komputerisasi Akuntansi D-1 dengan IPK 3.96 dan Leliani dari program studi yang sama dengan IPK 3.96 juga.
Ice Trisnawaty, Raih IPK 4.00 Lewat Belajar Keras
Setiap mahasiswa tentu menginginkan hasil yang terbaik serta menginginkan nilai yang terbaik dari jerih payahnya menempuh kuliah bertahun-tahun. Selain melalui kerja keras dan belajar keras, juga menuntut disiplin tentunya. Meskipun disiplin dan belajar keras, tentunya tidak semua akan meraih hasil yang sama. Itu sebabnya hingga saat ini masih jarang kita temui lulusan perguruan tinggi mampu meraih Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 4.00.
Ice Trisnawaty, putri pasangan Gho Beng Hui dan Lim Li Tju yang tinggal di jalan Asrama Simpang Karang Sari Medan ini awalnya tidak menyukai komputer. Meskipun lulus dan diterima di Fakultas Kedokteran USU Medan, ia lebih memilih les komputer di Visitek Medan satu tahun. "Ada sih keraguan saya tidak bisa menyelesaikan kuliah di Fakultas Kedokteran USU, jadi ketika mau kuliah di swasta sudah terlambat. Jadi saya les dulu, kemudian melanjutkan pendidikan di STMIK-Mikroskil,"ujarnya malu-malu. Lulusan SMA Sutomo 2 ini kemudian "jatuh cinta" pada dunia komputer usai les di Visitek. Itu sebabnya ketertarikannya tersebut dibuktikannya dengan mengambil Program Studi Sistem Informasi (S1) di STMIK-Mikroskil. Soal kemampuannya memperoleh nilai A dari seluruh mata kuliah yang disajikan di kampusnya, Ice mengatakan ia memang belajar keras untuk itu. "Selain sudah mencintai bidang sistem informasi, apalagi pemrograman, saya merasa beruntung ketika ditunjuk menjadi Asisten Dosen".
"Saya jadi memiliki banyak kesempatan bertanya dan berdiskusi dengan dosen seputar sistem informasi yang kurang saya pahami," ungkapnya. Kuliah pada pagi hari menurutnya juga membawa keuntungan tersendiri, sebab lebih banyak waktu yang bisa dihabiskan di perpustakaan, selain membaca buku-buku di rumah. Anak kedua dari tiga bersaudara ini memang harus rela naik angkutan jauh-jauh dari jalan Asrama Medan ke kampusnya di jalan Thamrin. "Ketika SMP dan SMA, saya lebih menyukai Biologi. Namun ketika sudah jatuh cinta pada ilmu komputer ini, saya lebih memfavoritkan mata kuliah pemrograman, karena mata kuliah ini melatih logika kita berdasarkan ilmu dasar matematika tentunya, "ujarnya.
"Apakah Ice sudah puas dengan meraih IPK 4.00? Ternyata tidak. Ketika ditemui di rumahnya, Ice mengatakan bahwa ia akan mencari pekerjaan yang relevan dengan ilmunya dan senantiasa terus belajar, sebab ia mengakui ilmu pengetahuan terus berkembang, khususnya teknologi informasi.